Terkopyok Kenangan Sepiring Mie Kopyok
“Mie kopyok itu khasnya Semarang. Isinya ada mie kuning, lontong, tahu pong, tauge. Disiram kuah bawang, pakai kecap manis. Terus ditaburin irisan seledri sama brambang goreng. Nanti disajikannya pakai kerupuk gendar, kerupuk yang terbuat dari beras itu. Kasih sambal, deh. Enak, segar, murah, dan mengenyangkan.”
Begitu kataku dulu saat mengiming-iminginya untuk mau kuajak mencicipi sepiring Mi Kopyok di warung Pak Dhuwur, salah satu penjual Mie Kopyok paling kondang di kota tempat tinggalku yang baru sekali ini dikunjunginya.
“Mie kuning sama tauge dimasukin ke saringan bergagang, trus dicelup-celupin ke air panas. Makanya disebut Mie Kopyok, soalnya dikopyok-kopyok dalam saringan waktu direbusnya.”
Di tengah makan, aku melanjutkan ocehanku.
“Mie Kopyok ini tuh sebenar-benarnya makanan rakyat. Nggak ada unsur daging-dagingan maupun ikan-ikanannya, jadi hitungannya kan murah. Bumbunya sederhana banget, kuahnya cuma bawang putih, merica, garam. Isinya juga simple, bisa didapat di mana aja dengan mudah. Seporsinya nggak nyampe sepuluh ribu, udah bikin kenyang bahagia.”
Dia tertawa.
Kenyang bahagia karena menikmatinya bersama seseorang yang bisa membuatmu bahagia.
Atau, kuharap semula bisa membahagiakanku selamanya.
Sumber: https://sptsmg.files.wordpress.com/2014/08/mie_kopyok_pak_dhuwur.jpg |
Pertemuan pertama kita, kunjungan pertamanya di kotaku setelah ratusan janji yang tak kunjung tertepati, juga menjadi kali terakhir aku bertemu dengannya Obrolan pagi siang sore malam kami di halaman chatting satu tahun terakhir sudah seperti taburan seledri di atas sepiring Mie Kopyok saja, hanya pemanis, tak ada juga tak apa-apa, tidak meninggalkan bekas juga. Di hari itu, tawanya renyah, seperti sekeping kerupuk gendar, melengkapi sepiring Mie Kopyok, melengkapi bahagiaku hari itu.
Sebelum kemudian kerupuk gendarnya diremas kasar sebelum ditaburkan di atas piring. Seperti hatiku sore itu.
Sebuah undangan pernikahan berwarna hijau diberikan langsung olehnya. Dua minggu dari hari itu, dihelat sehari semalam di kotanya. Di sampul depan tertulis namanya dan nama seorang perempuan yang tidak kukenal.
Katanya, perkenalan tak sengaja kami di dunia maya memberikannya harapan, bahwa dia tidak harus menikahi pilihan kedua orang tuanya. Bahwa ia yakin akan jatuh cinta denganku, bahwa aku kelak mampu mengisi harinya. Katanya lagi, ia tak pandai memilih. Pilihannya telah ditentukan oleh siapa saja yang berhak atas hidupnya. Kedua orang tuanya, seringkali sahabat-sahabatnya. Ia mengaku tidak tahu mana yang terbaik untuk dirinya sendiri.
Nyatanya, berarti aku bukan yang terbaik untuknya. Katanya, apa yang sudah ada di depan mata, sebaiknya ia hadapi demi masa depannya.
Jangan berharap pada sesuatu yang belum pasti, katanya untuk yang terakhir. Aku sudah memastikan dia sebagai kebahagiaanku. Walaupun baginya, kita, ada sesuatu yang tak pasti untuknya.
Aku telah berharap terlalu banyak kepadanya. Segala bentuk rasa suka dan bahagia yang muncul karenanya seperti dimasukkan begitu saja ke dalam saringan, kemudian dikopyok-kopyok di dalam sepanci air panas mendidih. Hatiku, ikut terkopyok di dalamnya.
Kenangan berharga kami yang menurutnya tak seberapa, ikut tiris, tertinggal dalam pusaran waktu.
ditulis oleh @andhkctra
diambil dari http://chaznologic.tumblr.com/post/128747034549/terkopyok-kenangan-sepiring-mie-kopyok