Nene Luhu

00:01 0 Comments A+ a-

Hai !
Selamat datang !
Tour tulisan kali ini akan membawa teman-teman sekalian ke sebuah cerita legenda dari Kota Ambon.
Cerita legenda berikut berjudul Nenek Luhu (Nene Luhu). Nenek Luhu adalah tokoh yang dikisahkan hilang secara misterius dalam legenda masyarakat Ambon. Menurut cerita, Nenek Luhu sering muncul ketika hujang turun  lebat disertai dengan cuaca panas. Menurut kepercayaan masyarakat sendiri, jika terjadi keadaan demikian, mereka tidak berani keluar rumah (terutama anak kecil) karena Nenek Luhu akan mengambil siapa saja yang ditemuinya, terutama anak-anak. Berikut adalah kisahnya :
Nenek_Luhu
Pada zaman penjajahan Belanda, ada sebuah negeri yang bernama Luhu. Negeri itu terletak di Pulau Seram, Maluku. Negeri Luhu adalah Negeri yang kaya dengan hasil cengkeh. Negeri yang jumlah warganya tidak banyak itu diperintah oleh Raja Gimelaha Luhu Tuban (Raja Luhu). Raja Luhu mempunyai Permaisuri bernama Puar Bulan dan seorang Putri bernama Ta Ina Luhu yang cantik jelita. Ta Ina Luhu berarti Perempuan dari Luhu atau Putri Luhu. Ia adalah anak sulung yang memiliki perangkai baik, penurut, berbudi pekerti luhur, rajin beribadah, mandiri, serta sayang pada keluarga. Selain Ta Ina Luhu, Raja mempunyai dua orang putra, Sabadin Luhu dan Kasim Luhu.
Suatu ketika, kabar tentang kekayaan Negeri Luhu terdengar oleh Penjajah Belanda. Mereka berniat menguasai Negeri Luhu dan menyerang Negeri Luhu dengan persenjataan lengkap. Raja Luhu dan pasukannya pun melakukan perlawanan sehingga pertempuran sengit pun terjadi. Perang tersebut dikenal dengan Perang Pongi atau Perang Huamual. Dalam pertempuran itu, Belanda berhasil mengambil alih Negeri Luhu. Raja Luhu beserta keluarganya dan seluruh masayarat tewas ditangan Penjajah Belanda. Ta Ina Luhu satu-satunya orang yang selamat dari peperangan tersebut. Kemudian ia ditangkap dan dibawa oleh Penjajah Belanda ke Ambon untuk dijadikan istri panglima perang Belanda. Setibanya di Benteng Victoria, Ambon, Ta Ina Luhu menolak untuk menjadi istri panglima perang Belanda. Akibatnya, ia diperkosa oleh sang panglima. Karena tidak ingin diperlakukan tidak senonoh seperti itu, Ta Ina Luhu pun mencari jalan keluar untuk lari dari Kota Ambon. Suatu malam, Ta Ina Luhu berhasil mengelabui tentara Belanda sehingga ia dapat melarikan diri dari Kota Ambon. Ia pun berjalan menuju Negeri Soya. Di negeri itu, ia disambut baik oleh Raja Soya. Bahkan, ia kemudian dianggap keluarga istana Soya. Ia diberi kamar tidur yang bagus dan indah. Atas sambutan tersebut, Ta Ina Luhu sangat terharu karena teringat ketika dulu dirinya menjadi Putri Raja Luhu.
Setelah beberapa bulan ia tinggal disana, Ta Ina diketahui hamil. Keadaan demikian membuatnya merasa berat tinggal di istana karena tentu saja akan semakin merepotkan keluarga raja Soya dan akan mengundang rasa malu jika kandungannya makin membesar. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari istana secara diam-diam. Dalam hatinya ia berkata : “beta datang untuk membawa aib pada nama  keluarga raja Soya. Bagaikan menyapu arang diwajah mereka. Dan ini tidak boleh terjadi. Beta harus pergi dari rumah keluarga ini.” Sebelum Ta Ina Luhu pergi, ia berlutut diatas tempat tidurnya dan berdoa: “Tuhan, ampuni hambaMu! Bila Tuhan mengasihi hamba, bebaskanlah hamba dari penderitaan ini. Hamba sudah tidak sanggup lagi menanggungnya terlalu lama. Ambilah jiwa hamba Tuhan dan campakanlah tubuh hamba untuk menjadi binatang buas. Sebab tubuh ini tak mampu lagi dipakai untuk memuja Engkau di dunia ini. Tuhan, kasihanilah hamba dan dengarkanlah doa hamba. Amin.”
Setelah berdoa, Ta Ina Luhu membuka pintu dan keluar ke halaman. Rembulan di malam itu sangat terang. Langit bersih dan udara cukup dingin di negeri Soya. Ta Ina Luhu mengambil syal dan topi yang biasa ia kenakan. Ia berjalan sepuluh meter dari rumah dan menoleh. Dengan mulut komat-kamit ia pamit : “Oh, rumahku dan keluargaku, relakan aku pergi. Jang cari beta lai. Aib ini biar beta tanggung akang sandiri jua.” Di halaman ada seekor kuda yang sedang merumput. Kuda itu milik raja Soya yang sering beliau tunggangi jika bepergian. Perlahan-lahan Ta Ina Luhu mendekati kuda itu, dipegang tali kekangnya, dirayu-rayu kuda itu dengan tangan kanannya, dan kemudian ia melompat ke atas punggung kuda itu. Kuda tersebut mengikuti semua kehendak Ta Ina Luhu menuruni dan menaiki gunung, melewati hutan, siang dan malam melewati jalan yang tak pernah ia lewati, hingga matahari terbit Ta Ina Luhu telah berada di puncak gunung. Dari puncak gunung itu, terlihat jelas teluk Ambon. Ia turun dari punggung kuda dan bernaung di bawah sebatang pohon yang tidak seberapa besarnya di puncak gunung itu. Saat Ta Ina Luhu sedang beristirahat, ia merasa lapar. Terlihat pohon jambu biji yang tak jauh darinya. Ia berjalan mendekati pohon itu dan memetik beberapa buah jambu biji yang sudah matang untuk dimakan. Setelah memetik beberapa buah, ia berjalan kembali ke tempat peristirahatannya tadi.
Di negeri Soya terjadi kepanikan karena Ta Ina Luhu telah menghilang. Raja Soya membunyikan tifa sebanyak empat kali untuk memanggil marinyo yaitu petugas negeri dan enam kali untuk memanggil Kepala Soa seorang staf pemerintahan. Diperintahkan mereka oleh raja Soya untuk menggerakan semua orang laki-laki berumur enambelas tahun sampai empat puluh tahun untuk mencari Ta Ina Luhu dan membawanya pulang dalam keadaan hidup. Karena Ta Ina Luhu pergi menggunakan kuda, mereka berjalan mengikuti jejak telapak kaki kuda tersebut. Ta Ina Luhu tidak beranjak dari tempat peristirahatannya di puncak gunung itu. Kemudian ia mendengar suara orang memanggil namanya dari kejauhan maka ia segera pergi dari tempat itu dan berlari turun ke pantai Amahusu. Sesampainya mereka di tempat peristirahatan Ta Ina Luhu, mereka hanya menemukan sisa-sisa jambu biji yang dimakan olehnya. Untuk mengenang tempat peristirahatan Ta Ina Luhu, tempat itu diberi nama “Gunung Nona” sampai saat ini. Setibanya Ta Ina Luhu di tepi pantai Amahusu, angin bertiup sangat kencang sehingga menerbangkan topi yang dikenakan Ta Ina Luhu dan jatuh di bibir pantai. Ketika ia hendak memungut topinya yang jatuh, topi itu berubah menjadi batu. Batu yang menyerupai topi itu diberi nama “Batu Capeo” yang berasal dari bahasa daerah Maluku, Capeo yang berarti topi. Dari Batu Capeo, ia mengendarai kudanya perlahan-lahan masuk ke kota Ambon. Karena kelelahan, ia berhenti disalah satu tempat yang kebetulan memiliki mata air. Kemudian tempat tersebut bernama “Air Puteri” sampai saat ini. Setelah dari Air Puteri ia mencoba kembali ke gunung tempat ia beristirahat sebelumnya, tetapi ia bertemu dengan segerombolan pemuda dari negeri Soya yang sedang mencarinya. Ta Ina Luhu tidak bisa melarikan diri lagi. Ia pun pasrah dan berdoa : “Tuhan yang hamba kasihi, jangan mempermalukan hamba di tengah mereka yang mencari hamba ini.” Dan ketika seorang dari mereka akan memegang tangan Ta Ina Luhu, ia menghilang begitu saja. Ia raib untuk selama-lamanya. Setelah Ta Ina Luhu mengilang, kuda yang ia tunggangi melarikan diri. Beberapa hari kemudian, rombongan pemuda negeri Soya menemukan kuda tersebut sudah menjadi bangkai. Kini tempat itu dinamakan “Kuda Mati” sampai sekarang.
Kehilangan Ta Ina Luhu secara misterius menjadi cerita legenda di kota Ambon. Kata orang Ambon : “katong bisa baku dapa antua pas ujang panas. Antua dapa lia macam nene-nene yang bajalang pincang barang antua kaki sabalah manusia sabalah kuda. Kalo antua bakudapa orang di jalang pas ujang panas, nanti antua ambe dong. Apalagi ana-ana kacil. Antua lebe suka lai”
Oleh karena itu, Ta Ina Luhu sekarang dikenal dengan nama Nene Luhu.
Terima kasih telah meluangkan waktu untuk Tour tulisan kali ini. Sampai jumpa lagi di Tour tulisan selanjutnya!



Oleh @niesabila
Diambil dari https://senjasenjasenja.wordpress.com/2015/09/17/legenda-nene-luhu/

PosCinta. Powered by Blogger.