Jadi Turis di Kota Sendiri
Alooo~~
Akhirnya tiba juga di tema terakhir di
#30HariKotakuBercerita. Well, sebenarnya agak sedih juga karena gak bisa
konsisten nulis. Sebulan cuma bisa nulis dua tulisan (termasuk tulisan
ini), hiks. Maafkan saya duhai KangPos, @lionychan dan Bosse @PosCinta. Semoga kalian gak mengutuki saya karena tidak menulis. Amin.
Jadi, di tulisan terakhir ini, saya pengen ceritain gimana #KumpulKotaSamarinda yang berlangsung pada tanggal 20 September lalu. Diinisiasi oleh 4 blogger lain
yang mengikuti program #30HariKotakuBercerita, KaFeb, KaUl, Bang Socku
dan Macit (sayang banget Macit gak ikut Kumpul Kota). Yang ikutan Kumpul
Kota ini bukan cuma kami berlima doang loh, tapi juga peserta yang
sudah mendaftarkan diri buat ikutan Kumpul Kota Samarinda melalui Host di Samarinda (KaFeb).
Sempat ngaret selama satu jam karena banyak peserta yang datang telat (termasuk saya, hiks), kita memulai perjalanan dari Islamic Center menuju Teluk Lerong Garden menggunakan
Taksi. Jika kalian berpikir bahwa Taksi itu yang ada argonya, kalian
salah. Karena, Taksi di Samarinda itu merupakan Angkutan Kota (Angkot).
Gak tau juga deh kenapa disebut Taksi. Waktu itu, kami mesan 2 Taksi
buat nganter kami, hasilnya, pada sesek-sesekan deh di dalam taksi
hihi.
Sampa di sini, peserta Kumpul Kota
dikasih waktu buat foto-foto ataupun berleha-leha sejenak sebelum
jalan-jalan kembali. Habis itu, kami melanjutkan perjalanan ke tempat
selanjutnya dengan berjalan kaki menuju Monumen Pesut yang
terletak di depan Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Timur. Sayangnya,
di Monumen itu banyak banget sampah. Padahal, kalo dilihat-lihat ada
cukup banyak tong sampah yang ada di sekitar situ. Habis dari situ, kami
menuju Gereja Katedral Santa Maria yang berada di Jalan Jendral Sudirman. Lumayan lah bikin keringetan. By the way, sepanjang kami berjalan, asap kabutnya lumayan tebal. Samarinda jadi kayak Silent Hill gitu, tapi versi gak ada zombie nya.
Sampai di Gereja, kami menemui penjaga
gereja yang kebetulan lagi ada di depan. Setelah ngobrol-ngobrol
sebentar, kami diperbolehkan untuk masuk. Saya sempat masuk sebentar,
karena waktu itu kebetulan sedang ada ibadah yang dilakukan. Gak enak.
Makin gak enak lagi pas ada ngeliat salah satu peserta yang ber-selfie di
dalam gereja. Bukannya gimana-gimana, ya kesannya kayak gak ngehargain
tempat ibadah orang lain. Mau negur, tapi gak sempat karena kejadiannya
cepet. Hvft.
Next, kami menuju Samarinda Seberang! Tapi, kami gak menggunakan kendaraan pribadi untuk pergi ke sana, tapi menggunakan Klotok!
Jadi, Klotok adalah perahu kecil yang biasanya digunakan oleh
orang-orang untuk menyebrang. Baik dari Samarinda Kota-Samarinda
Seberang, maupun dari Samarinda Seberang-Samarinda Kota. Dengan ongkos
lima ribu perak untuk sekali naik, kamu udah bisa naik klotok dan
merasakan gimana rasanya membelah Sungai Mahakam. Sebelum mengikuti
Kumpul Kota, saya sudah sering naik Klotok buat ngajak temen yang dari
luar Samarinda buat nyobain hal baru yang gak pernah mereka coba di kota
mereka.
Dan, untuk sampai ke daratan Samarinda
Seberang, kami gak melewati dermaga klotok, melainkan harus naik dan
turun dari kapal besar yang ditambatkan di sisi tepian rumah warga yang
ada di situ. Buat saya yang overweight begini, ini semacam ikutan Ninja Warrior, kudu manjat-manjat dan lompat-lompat. Untung aja selamat. Alhamdulillah.
Sampai di daratan, kami menuju Kampung Tenun. Dinamakan Kampung Tenun karena Ibu-Ibu yang bermukim di dalam Gang Pertenunan itu
rata-rata bekerja sebagai penenun Sarung Samarinda. Untuk menenun,
mereka menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yang masih menggunakan
alat-alat manual. Gak heran, harga Sarung Samarinda cukup mahal karena
proses pembuatannya yang cukup lama. Harga pun bisa makin melambung
tergantung dengan jenis benang dan motif yang ditenun.
Selesai dari menjelajah Kampung Tenun,
kami beristirahat selama kurang lebih satu jam. Hal ini digunakan untuk
ibadah dan mengisi perut yang kelaparan. Karena saya gak begitu lapar,
saya cuma minum esteh dan ngabisin air minum yang saya bawa di botol
sendiri. Habis minum-minum, saya dan beberapa peserta lain cari tempat
buat goler-goler, tepatnya di bawah Rumah Panggung yang berada di
samping Gang Pertenunan. Mayan lah :3
Setelah jam Ishoma habis, kami melanjutkan perjalanan ke Mesjid Shiratal Mustaqiem yang
ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih lima menit. Mesjid
ini merupakan salah satu Mesjid tertua yang ada di Samarinda dan
bangunannya pun masih dipertahankan sampai sekarang, hanya mengalami
sedikit renovasi dan perbaikan aja. Salah satu yang dipertahankan
tersebut adalah beduk yang terletak di sisi kiri pintu utama mesjid ini.
Coba tebak, usia beduk ini sudah berapa tahun?
Mesjid Sirathal Mustaqiem menjadi spot terakhir yang kami kunjungi pada Kumpul Kota kali ini. Harusnya, kami pergi ke Citra Niaga. Namun,
karena sebagian dari kami sudah mulai kelelahan dan ada yang mempunyai
agenda lain, kami memutuskan untuk kembali ke Islamic Center. Dan di
Islamic Center, kami mengadakan sesi foto bersama sebagai penutup
pertemuan.
Di Kumpul Kota Samarinda, saya menemukan
banyak hal-hal baru. Mulai dari ketemu teman-teman baru dan mengunjungi
Gereja Katedral untuk kali pertama. Namun, yang saya sayangkan adalah
ketika sedang berada di beberapa spot, kami tidak mendapatkan
penjelasan secara terperinci mengenai tempat yang kami datangi. Saya
memang sering pergi ke beberapa tempat tersebut dan mengetahui sedikit
info mengenai sejarahnya. Namun, pada waktu itu saya minder, kesannya
songong banget kalo saya yang cerita. Siapa tahu, ada yang lebih paham
mengenai sejarah tempat-tempat ini. Semoga aja, di Kumpul Kota
selanjutnya atau di acara apapun itu, banyak pengetahuan dan pemahaman
yang bisa saya peroleh. Good Vibes, hopefully.
Oleh @annisamhrn
Diambil dari https://annisamhrn.wordpress.com/2015/09/28/jadi-turis-di-kota-sendiri/