Tentang Bandung: [2] Derap Langkah 400 Meter
My heart stops beating, my mind stops thinking
Swallowing a bubble gum, my foot steps walking away
I said I’m pleased to make you laughed
You started laugh at me, now I act like an idiot
Semasa sekolah, saya kurang menyukai mata pelajaran Olahraga. Di bangku SD, saya pernah jatuh gara-gara menginjak tali sepatu dan meninggalkan luka di bibir. Di tingkat-tingkat berikutnya, saya menjadi Si Lemah, Si Lambat, atau Si Kaku setiap kali menjalani tes praktik. Maka, jika hujan turun atau sedang bulan puasa, saya menjadi orang yang paling bahagia karena tidak perlu mempermalukan diri sendiri di tengah lapangan.
Di sisi lain, Olahraga menjadi salah satu subjek yang membawa saya beberapa langkah jauh dari rumah. Dalam pekan UTS dan UAS, guru kami akan mengadakan tes praktik cabang atletik di gelanggang olahraga. Dalam arti lain, saya akan jalan-jalan. Dalam arti lain, akan ada uang saku tambahan.
Dalam arti lain, saya punya waktu ekstra mengobrol dengan dia.
*
Sasana Olahraga Ganesha terletak di Jalan Tamansari; tidak jauh dari Babakan Siliwangi. Tapi dulu kami menyebutnya dengan Sabuga saja, padahal Sabuga merujuk ke gedung lain yang letaknya beberapa meter dari SOG. Saya—yang terobsesi dengan pepohonan—langsung jatuh cinta di kunjungan pertama. Pepohonan besar dan tua di kawasan tersebut membuat saya begitu rakus menghirup udara segar.
Dan, dalam sekejap, mengurangi rasa grogi saya sebelum menghadapi tes praktik.
Tes setiap angkatan dijadwalkan pada hari berbeda. Ada tiga guru olahraga yang menguji kami. Para murid dari jurusan IPS—termasuk saya—akan dites setelah jurusan IPA. Kadang bergiliran, tergantung pola guru. Saya tidak keberatan selama… masih bisa mengamati dia.
Dia adalah murid di jurusan IPA. Berbadan tinggi tegap dan mudah diajak bergaul. Kami berteman sejak masuk SMA, tapi tidak terlalu dekat sejak kelas XI (setara dengan kelas dua). Maka, dalam kesempatan seperti ini, saya biasanya memperhatikan di sisi lintasan. Atau, jika lebih beruntung, mengobrol sejenak sebelum nama kami dipanggil untuk ujian.
*
Sebelum tes, biasanya saya melakukan pemanasan dengan jalan kaki. Sambil mendengarkan lagu, saya mengamati orang-orang yang berolahraga, kubah gedung Sabuga, dan pepohonan yang terletak di atas SOG. Karena hanya sebentar, saya tidak mau diam lama-lama di satu tempat dan menjelajahi beberapa sudut SOG sampai kelelahan.
Bagian terbaik dari tes praktik di SOG adalah… kami selalu lari bersama. Guru kami menggabungkan murid-murid dari dua kelas berbeda ke dalam lintasan. Saya biasanya sudah kewalahan di 400 meter pertama, tapi melihat teman-teman saya di berbagai sisi, saya akan memaksakan diri sampai ke garis akhir. Sementara murid-murid yang menunggu giliran akan memberi teriakan semangat—kadang ledekan—dari sisi lintasan.
Dan saya tidak pernah alpa mengamati dia. Berteriak heboh kepada teman-temannya.
*
Berbeda dari saya, dia pelari yang lumayan. Dia tidak pernah kewalahan di 400 meter pertama dan balik meledek temannya yang meneriaki dari sisi lintasan. Satu hari, saya pernah merekamnya sedang berlari dan, kalau diingat-ingat, tindakan saya agak freak juga. Tapi, jatuh cinta memang punya efek samping seperti itu, kan?
Maka, di tes praktik terakhir untuk kelulusan, saya berusaha menikmati momen-momen terbaik kami di lintasan lari SOG. Di bawah limpahan cahaya matahari pagi dan pepohonan tua berdahan rindang, saya berlari sampai kehabisan napas. Itu adalah 400 meter terakhir saya di lintasan; 400 meter terakhir saya mengamati punggungnya berlari di depan sana.
*
Kini, meski sesekali melewati SOG, saya belum sempat turun lagi ke sana. Saya ingin berlari sampai kewalahan untuk merasakan kenangan itu lagi. Menjadi gadis polos yang hanya bisa diam-diam mengamati pujaannya di lintasan lari.
Kami masih berteman baik sampai sekarang.
Saya bahagia dengan kehidupan sebagai penulis dan dia bersama tunangannya.
So, baby, don’t make me upset now
Trying to get your attention
I give you all my best
I’m deserving the worst last
(What a Horrible Date – Danger Ranger)
Oleh: @erlinberlin13
Diambil dari: https://erlinnatawiria.wordpress.com/2015/09/05/tentang-bandung-4-derap-langkah-400-meter/