Si Buntung
Ki Salam tiba di bebatuan kali Ciliwung. Ia merindukan ikan untuk makan malam. Sudah tiga hari disajikan masakan ayam. Mengikuti hasrat, ia bergerak cermat mengikuti riak air. Di tangannya ada tanggok, serokan dari bambu. Itu alat pancing baru saja selesai dibuatnya. Ni Irah, istrinya, telah menyemat do’a pada selip-selipan anyaman. Agar banyak rejeki dan selalu berkah, harapnya.Tidak sulit memancing di musim kemarau. Sebentar saja tanggok diletakkan, satu-dua ikan hinggap di dalamnya. Demikian pikiran Ki Salam selalu pada anaknya yang baru lahir. Sungguh anak yang ajaib, bersisik dan berkepala menempel tanah. Hendaknya cuma makan ayam, tidak seperti bayi biasa yang menyusui sedari lahir. Mukjizat atau cobaan, Ki Salam tidak tahu.
Setiba di rumah, ditemui Ni Irah di kebun. Sejak tadi pagi, mereka meletakkan anak mereka di sana, di dalam baskom berisi air. Ini dilakukan sesuai titah dalam mimpi semalam. Ki Salam memandang istrinya yang menatap kosong pada baskon kaleng hijau lurik. Tiga puluh tahun menanti keturunan, dan sembilan bulan mengandung dengan gembira, melahirkan bayi buaya pasti jadi cobaan berat.
Berminggu-minggu kemudian, bayi itu kian membesar. Baskom lurik hijau yang digunakannya sudah terlalu kecil. Ki Salam pun mencari baskom yang lebih besar. Sementara, banyak reaksi yang diperlihatkan si bayi, mulai dari mengusap-usapkan dagu pada jemari Ni Irah atau Ki Salam, mengangkat kepala dan membelalakan mata, mulutnya yang lebar kadang tapak menyunggingkan senyum besar. Ulah ini membuat Ni Irah dan Ki Salam terhibur dan melupakan pikiran yang bimbang.
Selama bertahun-tahun, orang-orang suka melihat Ni Irah dan Ki Salam duduk di bagian pinggir kali. Mereka memilih bagian kali yang membelok, tempat orang jarang mandi dan cuci. Pepohonan besar pun menaungi belokan itu. Seekor buaya tanpa ekor akan muncul. Keduanya tak takut mengelus-elus kepala buaya itu, dan membiarkan si buaya mengusap-usap kaki mereka dengan dahinya. Beberapa ekor ayam, kesukaan si buaya pasti dibawa. Siapa yang melihat akan seperti menyaksikan sebuah keluarga sedang makan bersama.
Sepeninggal Ni Irah dan Ki Salam, banyak orang masih suka menyaksikan si Buntung sampai sekarang. Mereka yang tinggal di pinggiran kali percaya kalau ia sedang memberi peringatan jika luapan air akan segera datang. Siapa yang tinggal di Jakarta pasti pernah mendengar desas-desus si Buntung lewat.
Ditulis oleh: @rikafeb
Diambil dari: http://paketminggu.tumblr.com/post/129326458917/si-buntung
1 comments:
Write commentsHalo semua. Sekedar kasih kabar: paketminggu.tumblr.com berubah menjadi rikafebriyani.tumblr.com. Salam (rikafeb)
Reply