Samgyetang – Hangat Yang Tak Sudah-sudah

05:16 1 Comments A+ a-

“Ini sudah keterlaluan dinginnya..”

Matahari bersinar begitu terik. Namun angin yang berhembus begitu kencang membawa hawa dingin yang menggigit. Dua mantel, syal, dan hot pack yang kuselipkan di dalam sarung tanganku seperti tak membantu. Telingaku mulai sakit seperti tertusuk-tusuk. Aku hanya bisa meringis sambil menahan gigi yang mulai bergemeretuk. LapanganGyeongbokgung Palace mulai beranjak kutinggalkan. Kulirik dia yang serta merta mengikutiku dari belakang. Sepertinya dia merasa kedinginan juga. Berjemur di bawah terik seperti tak berguna. Di gerbang pintu utama, berdua berdiri memikirkan akan ke mana lagi kita. Sungguh, berjalan tanpa rencana dan persiapan ternyata membawa begitu banyak kejutan tak terduga.

“Jadi ke mana lagi kita?”

Dia bertanya kepadaku yang mulai memucat dengan hidung yang memerah. Baru sekali ini aku merasakan udara yang membuat bernapas pun susah. Rasa-rasanya aku butuh makanan yang membuatku lebih bertenaga. Suaraku mulai sengau. Bukan tidak mungkin aku tak bisa menikmati cerita-cerita kota selanjutnya yang pasti masih ada.

“Makan. Aku mulai tidak enak badan. Biasanya aku memasak sup ayam bila kondisiku mulai menurun seperti ini.”

“Kita makan samgyetang saja. Korean ginseng chicken soup.”

Senyumku mulai merekah. Pertanda setuju sembari anggukan kuberikan. Aku mengikuti langkahnya yang lebar, menyusulnya agar tak tertinggal. Membayangkan sup ayam hangat saja sepertinya sudah membuat tenagaku sedikit ada.

***

Kedai yang kudatangi masih belum terlalu ramai. Masih pukul tiga sore. Jam makan siang sudah terlewat, makan malam belum tiba. Kami segera masuk ke kedai yang ternyata berupa rumah tinggal dengan pendapa luas dan taman kecil di bagian tengahnya. Sepatu boot milikku dan para tamu lain berjajar rapi di bagian teras. Saling berhadapan, kami duduk bersila di pendapa bagian belakang dan menunggu para pelayan menyajikan pesanan. Sementara itu berbagai macam kimchi disediakan sebagai makanan pendamping makanan utama. Kimchi sudah menjadi budaya Korea. Mereka tidak pernah tidak memasukkan kimchi sebagai pelengkap makanan. Beragam kimchi tersedia, meski biasanya sawi putih berbumbu cabai merah manis pedas yang difermentasikan tetaplah idola.

Samgyetang sendiri sepertinya menjadi makanan sepanjang musim yang menjadi kegemaran masyarakat Korea. Tak peduli musim panas sekalipun, samgyetang yang berarti ginseng (isam), ayam (gye), dan sup (tang), ini tetap menjadi makanan yang dicari.

“Jadi samgyetang itu seperti apa rupanya?”

“Aaaah..kau lihat dan rasakan sendiri saja.”

Sedikit merengut aku dibiarkannya penasaran. Untunglah tak berapa lama pesanan samgyetang kami tiba. Dua porsi ayam utuh di depan mata dengan hot bowl warna hitam. Uap putih menguar ke mana-mana menawarkan aroma…tidak ada. Sungguh, bukan harum sup ayam yang biasa kumasak di Indonesia. Bukan aroma gurih sup-sup pada umumnya. Hanya samar-samar bau ginseng yang juga tertutup tak terlalu nyata. Ayam utuh ini tak terlalu besar, kurasa ayam usia tiga bulan. Taburan daun bawang warna hijau muda diatasnya menjadikan semakin manis.

IMG_9057
Sendok sup dan sumpit sudah tersedia untuk menyantap makanan yang ada. Kuseruput sedikit kuahnya. Sungguh, kaldu paling enak yang pernah kucicip. Tanpa minyak, namun rasa kaldu ayam berbaur rata antara rasa manis, pedas, dan secubit asin. Mungkin bagi sebagian orang akan terasa hambar. Tetapi begitu pas untukku. Ayam utuh itu mudah sekali kubelah di bagian tengahnya. Sepertinya memang cukup lama direbus hingga begitu empuk dagingnya. Bagian dalam ayam terdapat nasi khas Korea yang agak sedikit lembek, manisan sejenis kurma, dan ginseng. Inilah bumbu utama samgyetang selain irisan tipis bawang putih dan taburan garam. Inilah pelaku utama rasa samar manis pedas dalam kuah kaldu yang berwarna sedikit putih buram oleh karena endapan nasi.

IMG_9058
“Coba kunyah ginsengnya. Itu menyehatkan. Dan menghangatkan.”

Dia memperhatikanku yang begitu asyik makan tanpa bicara. Sebuah sajian kuliner khas Korea telah membuatku terlena. Perlahan mencoba mengunyah ginseng utuh yang sebenarnya berasa asing di lidah namun mulai membuat badan hangat tak sudah-sudah.

“Hei hei..”

Aku mendongakkan kepalaku melihatnya menahan tawa. Aku hanya berkedip-kedip tak mengerti apa yang lucu.

“Sibuk sekali makannya?”

“Enak.”

Tergelak dia. Jawabanku hanya singkat. Tanpa basa-basi.

“Sini kemarikan kepalamu sedikit.”

Aku mengikuti maunya, mengarahkan kepalaku kepadanya meski meja di antara sedikit menyusahkan gerak. Mengurangkan jarak, dengan detak jantung seperti debur ombak. Sepasang telapak tangan menyentuh pipi kanan kiri lalu menuju kedua telinga. Rasa entah menjalar di hati dan kepala.

“Yang begini hangat juga kan?”

Pertanyaan retoris seperti ini sungguh tak perlu dijawab atau dibahas. Karena dua hati telah tahu apa dan mengapa, bukan bagaimana jika.

Jakarta, 12 September 2015

Francessa, yang terus dan masih merasakan hangat tak sudah-sudah, meski sudah tak pernah makan Samgyetang :’)

Dok. Pribadi

Oleh Francessa (}
Diambil dari https://justcallmefrancessa.wordpress.com/2015/09/12/samgyetang-hangat-yang-tak-sudah-sudah-12-september-2015-27/

1 comments:

Write comments
Unknown
AUTHOR
September 25, 2015 at 5:02 PM delete

Bagi yang punya usaha nasi bebek.. Ini ada rekomendasi box makanan untuk kamu...
Cek di sini ya http://www.greenpack.co.id/

Reply
avatar

PosCinta. Powered by Blogger.