Pesan Ikonik dari Cirebon
*kring-kring*
Waktunya bercerita...
Selamat datang di Cirebon!
Kotaku
yang bisa ditempuh dalam waktu 3 jam dari Jakarta menggunakan kereta
api bahkan bisa lebih cepat dari itu jika melalui jalan tol Cipali yang
panjang menggunakan mobil. Sayangnya, moda transportasi udara belum ada
di kotaku ini.
Sebagai anak yang dibesarkan di
Cirebon, aku melihat banyak perubahan. Terutama pada pembangunan. Bagiku
sih, diterima dengan positif aja. Dengan begitu, banyak juga tempat
untuk berkumpul atau sekedar bersosialisasi dengan yang lain.
Satu
hal kalau ke Cirebon. Kita semua sudah pasti hafal saat musim mudik
tiba, beberapa media menyoroti kota ini. Maklum, musiman terkenalnya.
Meskipun orang-orang mengenalnya juga sebagai "kota wali" karena
founding father-nya adalah wali bernama Sunan Gunung Djati.
Karena
kebudayaannya juga kotaku ini pusat dari penyebaran agama islam di Jawa
Barat yang berada di jalur pantai utara pada waktu itu. Uniknya,
bahasanya pun berbeda dengan bahasa yang ada di Jawa Barat. Lalu,
bahasanya apa? Bahasa Cerbon.
Iya, karena letak geografisnya yang dekat dengan Jawa Tengah ini membuat kotaku unik.
Selain
itu, karena kebudayaan islam yang sangat kental dan dipadu-padankan
dengan budaya lokal serta orang-orang pedagang China, seolah-olah ikon
kota kami memiliki banyak ragamnya. Contohnya saja dapat terlihat dari
batiknya.
Pengaruh-pengaruh tersebut yang
akhirnya terbentuk di kota ini. Sampai saat ini, pengaruh itupun tetap
ada pada kota ini. Iya, pengaruh dari ajaran sang Wali. Saat orang lain
mengetahui bahwa Ki Hajar Dewantara memiliki motto:
"Ing ngarsa sing tulodo, Ing madya mangun Karsa, Tut wuri handayani"
Tentunya, sang wali Sunan Gunung Djati pun berpesan pada kita, pesan agar kita menjaganya atau bahkan "dipelihara" , pesannya:
"Ingsun titip tajug lan fakir miskin"
(Artinya: aku titip mushalla dan fakir miskin)
Kebanyakan kami masyarakat Cirebon, familiar dengan pesan ini dan seakan-akan kami terbawa dalam alam bawah sadar.
Anggap
saja, aku sebagai masyarakat kota ini menjaga kotanya dengan pesan
moral yang bisa dibawa ke manapun tanpa harus dipahat dibatu atau kayu.
Bukan
hanya itu, sang Sunan yang menjadi ikon dan founding father kotaku ini
ternyata memperistri putri dari negeri Tiongkok. Gak heran jika memang
keharmonisasian telah terjadi di kotaku ini.
Oleh @wsncyd
Diambil dari http://wsncyd.blogspot.co.id/2015/09/pesan-sang-wali.html?m=1