Menjadi Petani
Bicara tentang bekerja, ada beberapa sektor yang menjadi sumber nafkah bagi penduduk Sleman. Empat yang boleh dikatakan berpengaruh, di antaranya sektor pertanian; perdagangan, hotel dan restoran; industri pengolahan; dan jasa. Karena yang paling dekat dengan saya adalah pertanian, maka mari berkisah tentang pertanian dan petani di Sleman.
Mengapa pertanian menjadi fokus utama di Sleman? Salah satunya karena sumber daya alam yang mendukung. Karena itu pula, sektor ini mampu menyumbang setidaknya 12,59% dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2014.
Dari sekian banyak potensi yang ada, empat potensi utama yang menjadi fokus pengembangan Pemkab Sleman yaitu padi, salak pondoh, bambu, dan kambing peranakan etawa (PE). Sentra pertanaman padi bisa kita temui di Sleman bagian barat, misalnya di Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean, Seyegan. Sentra salak pondoh terdapat di Sleman bagian barat laut, yaitu Kecamatan Tempel dan Turi. Bambu banyak terdapat di lereng Merapi, yaitu di Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan. Terakhir, sentra budidaya kambing PE ada di Kecamatan Turi. Kapan-kapan jika sempat berkunjung ke Jogja, Sahabat bisa mampir ke beberapa sentra tersebut.
Lalu, apa kabar para petani di Sleman?
Kira-kira apa yang bakal terlintas di benak Sahabat semua setelah melihat gambar berikut ini?
Saya memilih satu kata, tangguh, sebagai penggambaran mereka. Sehari-hari berkutat di sawah dan ladang; terbakar sinar matahari atau terguyur hujan nyaris tak pernah dirasa. Miriplah dengan yang tergambar pada syair lagu berikut ini:
Nasi putih terhidang di meja,kita santap tiap hariBeraneka ragam hasil bumi,dari manakah datangnya?Dari sawah dan ladang di sana,petanilah penanamnyaPanas terik tak dirasa,hujan rintik tak mengapa,masyarakat butuh bahan panganTerima kasih, Bapak TaniTerima kasih, Ibu TaniTugas Anda sungguh mulia
Ya, apa yang mereka lakukan adalah hal yang mulia. Namun, pada kenyataannya, tidak banyak orang yang mau menjadi sebenar-benar petani. Mengutip apa yang pernah dikatakan Ibu saya,
“Dadi wong tani kuwi angel .., yen ora duwe krenteg sing gedhe”
(Menjadi petani itu sulit .., jika tidak memiliki kemauan yang besar)
Benar. Menggarap lahan pertanian butuh ekstra tenaga, ekstra pikiran, dan pengorbanan. Harus selalu siaga menghadapi masa-masa paceklik. Entah itu karena bencana alam, serangan hama penyakit, kekeringan, banjir, dan faktor alam lain; juga pencurian, harga komoditas yang anjlok karena panen raya; belum lagi dikejar-kejar makelar tanah yangkongkalikong dengan pengembang bisnis property.
Selain hal tersebut di atas, ada yang lebih mengkhawatirkan lagi. Apa itu? Tingginya laju konversi lahan pertanian di Sleman. Menurut catatan Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DP2K) Sleman, luas lahan pertanian di wilayah setempat pada tahun 2014 adalah 22.300 hektare. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2013, yaitu 22.560 hektare. Bayangkan, dalam setahun saja terjadi penurunan luasan lahan hingga 260 hektare!
Sedih benar. Dalam hati, saya sering bertanya, bagaimana kelak nasib para petani di Sleman? Bagaimana kelak rejeki untuk mereka tersampaikan, jika hal ini terus-menerus dibiarkan? Takkan cukup menolong rasanya, jika kita hanya bisa berkata, “Entah…”
Ditulis oleh: @phijatuasri
Diambil dari: https://asree84.wordpress.com/2015/09/15/menjadi-petani