Memakan Butiran Hujan Es
Pancakaki Aki Tommy & Nini Kiky (Bahasa Sunda) |
Foto tersebut merupakan foto anak dan incu (cucu) dari almarhum aki (kakek) dan nini (nenek) saya. Meskipun keluarga kami mengalir darah sunda, dalam kesehariannya kami mencampuradukkan bahasa kami antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda. Terdengar aneh memang jika percakapan kami terdengar bagi pendatang, tetapi kebanyakan warga Bogor pun berbahasa campuran. Sangat jarang ada keluarga yang masih menggunakan murni Bahasa Sunda. Di keluarga saya pun panggilan sunda seperti aki, nini, teteh (kakak perempuan), akang (kakak laki-laki) masih digunakan, tetapi untuk paman dan bibi sudah menggunakan istilah modern seperti “Om dan Tante” padahal dalam Bahasa Sunda asli seharusnya menggunakan “Emang dan Bibi”.
Keseharian dan tradisi warga Bogor tidak jauh berbeda dengan kebiasaan warga Jawa Barat pada umumnya. Kami menggunakan Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia untuk percakapan sehari-hari, kami juga mengadakan cucurak (makan bersama) sebelum datangnya bulan ramadhan. Undangan untuk cucurak hampir menyamai banyaknya undangan ketika buka bersama. Suasana ketika cucurak pun kekeluargaan sama seperti ketika buka bersama dan pasti terasa ada yang kurang jika kami tidak melaksanakan tradisi ini. Perbedaannya adalah cucurak biasa dilakukan pada siang hari, sedangkan pada saat ramadhan kita baru boleh makan pada waktu Adzan Magrib berkumandang :D.
Ada kebiasaan khusus yang masih dilakukan sebagian warga Kota Bogor yang mungkin tidak dilakukan di kota lain, yaitu tetap membawa payung atau jas hujan dalam kondisi cuaca seperti apapun. Contohnya adalah saat ini, walaupun kemarau panjang sedang menghampiri kota ini, saya masih segan meninggalkan payung jika keluar rumah, begitu juga dengan suami saya yang masih rajin membawa jas hujan walaupun sudah tidak digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama. “Tetap optimis,” katanya kepada saya.
Di luar kebiasaan membawa payung dan jas hujan, ada fenomena unik yang sesekali terjadi di kota yang memiliki curah hujan yang sangat tinggi ini, yaitu hujan es. Ketika hujan es datang, beberapa warga malah sengaja berada di luar rumah sambil membawa payung yang dibalikkan. Aneh? Ya, mungkin bisa dibilang agak sedikit unik. Warga berlomba-lomba mengumpulkan butiran es tersebut dan memasukkannya ke dalam mulut, dan tentu saja yang paling menikmati fenomena ini adalah anak-anak. Ketika kecil saya pun turut berbahagia dengan datangnya hujan es walaupun saya tergolong anak yang kurang beruntung karena belum pernah mencoba memakannya. Hal itu dikarenakan ketika es sudah menghampiri telapak tangan, saya bersikukuh untuk membawanya ke wastafel dan mencucinya terlebih dahulu, tentu saja saya gagal memakannya karena es dapat mencair secepat kilat oleh suhu tubuh kita sendiri :D. Apakah kamu cukup beruntung untuk mencicipi butiran hujan es? :D
oleh @windamaki
diambil dari https://windamaki.wordpress.com/2015/09/22/memakan-butiran-hujan-es/