Belimbing; Ikon Yang Terlupakan

04:30 0 Comments A+ a-




Sebelumnya, maafkan diriku yang di hari pertama nulis #30HariKotakuBercerita udah bikin tulisan semacam ini. Tapi, ya beginilah adanya.

Ehem ehem....
Baiklah, cerita dimulai.

Ikon resmi Kota Depok memang bukan bangunan seperti kebanyakan ikon kota lainnya. Walau kini, jika mendengar kata Depok mungkin banyak dari kita yang akan langsung teringat oleh Masjid Dian Al Mahri atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Kubah Emas. Namun kali ini, melalui #30HariKotakuBercerita ini gue ingin menceritakan tentang Belimbing Dewa.

Belimbing Dewa, ikon resmi Kota Depok yang sudah ditetapkan sejak tahun 2007 oleh Bapak Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail itu memang sangat tenar. Bahkan menurut yang gue baca, ketenaran buah berbentuk seperti bintang berwarna kuning itu sudah sampai ke Istana Negara. Mantan Presiden RI, Pak SBY juga sering sekali menyajikan buah yang memiliki vitamin C dan A yang cukup tinggi itu ke tamu negara sebagai hidangan pencuci mulut. Belimbing Dewa dari Depok pun pernah menjadi juara dunia dalam kontes Internasional di Singapura sebagai buah eksotik, terbesar dan terberat di dunia pada tahun 2008. Belimbing Dewa dari Depok berhasil mengalahkan belimbing yang berasal dari Australia, Belanda dan Malaysia. Hebat, kan?

Tidak hanya itu. Bahkan menurut Ketua Asosiasi Belimbing Depok, Bapak Nanang Yusup, banyak warga asing mulai dari Malaysia, Singapura, Jepang, Thailand dan beberapa warga di timur tengah meminta untuk diajarkan berbudidaya belimbing. Karena mereka menilai, belimbing dewa memiliki kualitas yang baik. Belimbing dewa juga memiliki keunikan, yaitu bentuknya yang meliuk tidak lurus seperti belimbing lainnya.

Pertumbuhan perkebunan belimbing di Kota Depok pun pernah begitu pesat. Terdapat lebih dari 27.000 pohon belimbing di Kota Depok yang mampu menghasilkan 3.000 ton per tahun. Pertumbuhan belimbing di Kota Depok pun banyak dikembangkan disepanjang kelurahan Tugu, Pondok Cina, Sawangan, Pancoran Mas, dan Kelapa Dua. Bahkan di kelurahan Pasir Putih, terdapat Agrowisata Belimbing dan Pusat Koperasi Pengembangan dan Pengolahan Belimbing Dewa yang didirikan oleh Pemkot Depok guna mengembangkan Belimbing Dewa juga sebagai tempat wisata di Depok. Menarik, bukan?

Tapi sayangnya, sekarang semua tidak lagi semenarik itu.

Menurut berita yang gue baca, perlahan keberadaan belimbing semakin menyusut. Yang menyedihkan, lebih dari 36 hektar lahan belimbing beralih fungsi menjadi pemukiman, sejak 5 tahun terakhir.

Dan begitulah kenyataan yang gue dapatkan. Setelah dipercaya menjadi Host Depok untuk Kumpul Kota, gue mencari ide untuk lokasi kegiatan tersebut. Tercetuslah ide untuk mengadakan agrowisata belimbing. Gue dengan semangat yang begitu tinggi, mendatangi lokasi agrowisata belimbing di keluarahan Pasir Putih tersebut. Berharap menemukan perkebunan belimbing yang luas dan rindang. Dan semangat gue semakin menjadi ketika menemukan tugu bertuliskan "Selamat Datang Primatani Kota Depok Agrowisata Belimbing."


Namun sayang, harapan dan semangat yang gue yang begitu tinggi mesti hancur berkeping-keping. Menerima kenyataan bahwa lahan yang dulu merupakan perkebunan belimbing sudah beralih menjadi pemukiman penduduk. Pusat Koperasi Pengembangan dan Pengolahan Belimbing Dewa pun sudah kosong, hanya bersisa plang tua yang sudah berkarat.

Sedih? Banget!

Gue, sebenarnya salah satu warga Depok yang mungkin hanya cuma 'numpang' hidup di Depok sejak lahir. Gue, sebelumnya gak pernah sepeduli ini, bahkan sebenarnya gue baru tau kalau ada pusat pengembangan belimbing itu di Depok. Buat gue, asalkan gue masih bisa hidup dengan damai di Depok, gak masalah buat gue mau Depok berubah sedrastis apapun, mau ikonnya apa juga terserah deh. Tapi kali ini beda. Seketika gue sedih menerima kenyataan itu. Kenyataan bahwa belimbing, yang digaungkan menjadi ikon Kota Depok terlupakan. Bahkan kehadirannya seakan tak diperdulikan dan mampu begitu saja digantikan.

Karena rasa penasaran, masa iya di Kota Belimbing tapi gak punya kebun belimbing luas yang bisa dijadikan tempat wisata seperti di Malang yang banyak memiliki kebun apel, gue pun mencari informasi lebih jauh dan menemukan Koperasi Belimbing di Pancoran Mas, Depok. Dan di sana gue memang gak berhasil menemui dan bertanya langsung tentang belimbing ke Bapak Nanang Yusup sebagai Ketua Asosiasi Belimbing Depok. Tapi di sana gue disambut dengan hangat oleh pengurus koperasi tersebut.

Mereka bercerita, bahwa rasa sedih yang gue rasakan ketika menemui kawasan agrowisata belimbing berubah menjadi perumahan pernah mereka rasakan. Dan bahkan sampai saat ini, rasa sedih itu masih mereka rasakan. Di sana pun gak gue temui kebun belimbing yang luas seperti kebun-kebun teh di Puncak.

Kebun belimbing yang mereka punya, ada di tengah-tengah pemukiman penduduk, yang tanahnya pun tanah milik keluarga. "Sekarang kita paling cuma bermitra sama petani petani kecil lainnya mba. Itu pun kebun milik pribadi mereka. Kalau gak gitu, gak bisa memenuhi permintaan pasar," Jelasnya. "Yang kami butuh sebenernya cuma dibantu pembebasan lahan sama pemerintah mba. Kami siap kok ngolahnya," Jelasnya lagi. Dengan memberanikan diri gue bertanya, apakah selama ini Pemkot Depok memberikan bantuan, lalu mereka hanya tersenyum,,.. tipis.

Melalui tulisan ini, gue menggantungkan harap dan juga doa. Agar Depok dapat menjadi kota yang selalu peduli akan ikonnya, akan warganya, akan kelestarian lingkungannya. Juga semoga, Pemkot Depok dan masyarakatnya (gue pun) mampu bekerja sama menjadikan Depok kota yang layak huni. Menjadikan Depok kota yang tak kehilangan jati diri. Menjadikan Depok kota yang dapat kita banggakan sepenuh hati. Karena bagi kami, Depok adalah rumah, tempat kami pulang sejauh apapun kami pergi.

Oleh: @ddLylaa

PosCinta. Powered by Blogger.