Tentang Rumahku

01:15 0 Comments A+ a-

Tentang rumahku
Di ujung bukit karang yang berbatu
Beranda rumahku
Tumbuh tumbuhan liar tak tahu malu
Tentang rumahku
Berbagai macam musim telah kurengguh[1]

Sampai juga di hari terakhir proyek menulis #30HariKotakuBercerita. Terima kasih untuk Pos Cinta yang memberi saya kesempatan untuk mencintai lagi menulis tentang kota saya, Palangkaraya dan @anakkopi yang tak pernah absen mengantarkan kisah cinta Palangkaraya untuk semua.

Memang rumah saya tak di ujung bukit karang yang berbatu, karena tak mungkin kota yang berupa dataran rendah dan di dominasi hutan, sungai, dan rawa-rawa punya bukit karang yang berbatu. Pun di beranda rumah tak ada tumbuhan liar tak tahu malu, karena ayah saya pasti terlebih dahulu memangkasnya dan lebih suka memelihara pohon buah yang meneduhkan. Tapi di rumah yang tak ada buku untuk dibaca atau darah seni yang mengalir itulah saya tumbuh.

Menulis untuk #30HariKotakuBercerita membuat saya kembali mengingat semasa SMU dengan kekawanan di Huma Betang kami. Juga membuat saya mengingat tempat-tempat yang lama tak saya kunjungi lagi. Membuat saya melepas rindu akan pulang.

Kelembaban tinggi dan panas yang buat gerah adalah iklim tropis khas Palangkaraya, tapi semua berubah ketika negara api menyerang musim kemarau datang. Asap datang tiap musim kemarau, terkadang saya kagum betapa luasnya hutan Kalimantan sampai tiap tahun bisa produksi banyak asap pekat memcekik saluran pernapasan bahkan mengirimnya ke beberapa negara tetangga. Tahun ini bahkan Presiden mininjau langsung untuk memastikan jika udara yang dihirup warganya di Kalimantan itu memanglah asap semata. Demi membuka perkebunan industri (sawit, karet) hutan tropis dengan pohon yang lingkar batangnya tak cukup satu orang untuk bisa memeluknya hilang musnah. Di situ kadang saya merasa sedih.

Sandung bue[2] pun kini dipugar bukan lagi bangunan Sandung terbuat dari kayu ulin dari tiang sampai atapnya tapi bangunan beton dengan atap genting baja ringan. Ah, mungkin nanti dipasang pendingin udara supaya sejuk di dalam Sandung. Kayu ulin yang dulu digunakan sebagai bahan utama pembangunan rumah, dermaga, dan bangunan lainnya kini juga sudah menjadi barang antik, jarang dan mahal.

Palangkaraya Kota Cantik (terencana, aman, nyaman, tertib, indah, dan keterbukaan) sekarang kecantiknyannya memudar, terhalau asap sehingga jarak pandangnya terbatas. Mungkin saat penghujan datang kita bisa lihat lagi kecantikannya. Semoga saja tak sampai banjir datang, sudah dataran rendah, habis pula hutan pohon kayu yang biasanya menyerap habis air yang datang. Atau danau rawa-rawa pasang-surut tak sanggup lagi menahan air yang melimpah karena sudah berganti pohon karet dan sawit berbaris rapi.

[1] Potongan lagu Tentang Rumahku-Dialog Dini Hari

[2] Panggilan kakek dalam bahasa Dayak Ngaju

Ditulis Oleh: @mahanova__
Diambil Dari: https://rabureta.wordpress.com/2015/09/28/tentang-rumahku/

PosCinta. Powered by Blogger.