Salam Dari Perbatasan Indonesia – Malaysia
15 Februari 2013 ketika pertama kali saya mendengar berita penugasan saya ke kota ini. Sebuah kota kecil di pulau Kalimantan, sebuah kota kecil yang namanya sempat terkenal karena kerusuhan akibat pertikaian antar suku yang terjadi pada tahun 90-an, sebuah kota kecil di perbatasan Indonesia – Malaysia bernama…Sambas.
Tidak terasa 2 tahun telah berlalu dan tidak bisa saya hindari saya sudah menjadi bagian dari kota ini. Kota yang hasil tanahnya saya makan, kota yang airnya saya minum, kota yang dengan bangga saya sebut sebagai “kotaku”, kota yang saya pilih jadi kota untuk saya tulis dalam proyek 30 Hari Kotaku Bercerita.
And so here I am, di tengah kesibukan sebagai seorang kuli Pengadilan…saya akan berbagi cerita tentang kota yang konon katanya keramat dan tidak akan bisa dihancurkan karena dijaga oleh pasukan kaum Bunian (makhluk halus) ini.
Beberapa hari berada di Sambas dan akhirnya kesan “sepi” itu berangsur menghilang, apalagi setelah rekan-rekan di kantor mengenalkan saya dengan beberapa pusat keramaian di Sambas. “tempat nongkrong Anak Gaul Sambas” begitu selalu kata saya.
Ada beberapa titik yang sering dijadikan sebagai tempat nongkrong Anak Gaul Sambas ini, tapi yang menjadi kesukaan saya *iya, seminggu di Sambas dan saya dengan tidak sopannya langsung mentasbihkan diri sendiri sebagai Anak Gaul Sambas hehehehe* adalah sebuah tempat yang disebut sebagai Water Front atau WF. WF ini sebenarnya adalah daerah pinggir sungai Sambas yang di sepanjang tepiannya ramai orang berjualan. Entah mana yang lebih dahulu ada, Anak Gaul Sambas yang ramai kemudian menginspirasi orang-orang berjualan, atau karena banyak orang berjualanlah yang kemudian menarik minat orang-orang untuk berkumpul di daerah ini, yang jelas tempat ini sangat ramai terutama pada sore hingga malam hari. WF menjadi salah satu tempat yang akan langsung dituju saat saya dan teman-teman kantor ingin menghabiskan waktu bersama sepulang kerja. Buat saya pribadi, yang menjadi daya tarik WF ini adalah pemandangannya.
...
Pemandangan matahari terbenam di WF ini adalah satu yang paling indah menurut saya. Duduk santai sambil menyaksikan matahari jingga yang seolah membakar langit dapat menjadi obat penenang yang sangat mujarab setelah penat seharian di kantor. Belum lagi kursi khusus (yang baru saya temui di Sambas dan mungkin di semua daerah Kalimantan Barat) yang dibuat dengan kaki-kaki pendek dan sandaran dengan posisi lebih rebah dibandingkan kursi pada umumnya yang semakin menambahkan suasana santai dan rileks. Selain itu bonus yang tidak kalah menarik adalah menyaksikan para atlet dayung yang ganteng-ganteng latihan mendayung sampan di sungai Sambas. Sungguh sebuah pengalaman yang menurut saya sangat layak dicoba oleh semua orang yang kebetulan mengunjungi kota Sambas.
Oh, dan bagi mereka yang hobi “bermain” air, WF ini bisa banget lho dijadikan wahana untuk berenang atau sekedar berendam-berendam lucu bersama teman-teman. Tidak perlu khawatir dijadikan tontonan, because it’s really a common thing here, and trust me…you’re not the only one ^_^
Salam,
-Rei-
Oleh @terreitory