Curhat Kesawan, Pusat Kota Medan

02:46 0 Comments A+ a-

Woi, Wak! We, Lek! Gitulah kalo anak Medan menyapa temannya. Jangan terlalu berharap dipanggil dengan nada lembut nan halus sama muda-mudi kota ini, ramah versi kami ya, keras kek gitu! Ko terima ajalah ya, Wak. 

Kenalkan, namaku Kesawan. Baru kenal awak iya? Tapi, pasti kelen tau kan, kota Parisj van Java itu ada di mana? Iya, di Bandung. Tapi, ini kan, cerita anak Medan, jadi udah pasti yang dibahas soal Parisj van Sumatra. Nggak percaya ko, Lek?
Sebutan Paris sebagai kota paling elok di Eropa pada zaman kolonial saat itu, emang disematkan pada Medan karena rupanya yang maju dengan sederet bangunan bercorak art deco Eropa. Bukan bangunan berarsitektur Belanda aja, tapi juga bangunan-bangunan bergaya Inggris. Meskipun bentuknya nggak sebaik dulu, tapi sisa bangunan tua yang artistik tersebut masih bisa kelen tengok sikit-sikit sekarang ini. Cak tengoklah aku, Kesawan yang "katanya" bagian pusat kota Medan.

Pos Cinta; #30HariKotakuBercerita
Wajahku di tahun 1920-an
Pos Cinta; #30HariKotakuBercerita
Wajahku di tahun 1931
Aku yang sekarang! (2012)
Kata Drs. H. Muhammad Tok Wan Haria (sejarahwan yang lebih dikenal dengan TWH), namaku ini udah berumur sangat tua. Diambil dari Bahasa Karo yaitu kesawahen yang berarti kampung. Kesawahen juga diartikan sebagai halaman atau lapangan besar untuk tempat pertemuan, menyabung ayam, lomba lari, rapat, dan berburu.

Sementara itu, menurut Luckman Sinar (pemangku adat kesultanan Melayu Serdang), Deli Maatschappij (perusahaan budidaya tembakau Deli yang didirikan Jacob Nienhuys dan Peter Wilhelm Janssen pada 1869) memasukkan kawasan Kesawan ke dalam konsesi Perkebunan Mabar Deli Tua (yang sekarang ini ko sebut sebagai Kota Medan). Yang artinya, aku jadi wilayah perkebunan dan kawasanku semakin berkembang! 

Para etnis Tionghoa memperpanjang kontraknya sebagai pekerja kasar di perkebunan. Mereka juga meminta sepetak tanah untuk membuka warung. Saat itu, De Deli Maatschappij beranggapan, selagi masih tanah konsesi, tak apalah. Tapi, kalo masa konsesi habis, maka habislah mereka.
Dibuatlah gambar kawasan dagang dengan nama Grand De Deli Maatschappij guna pemetaan wilayah dagang para eks kuli kontrak tersebut. Melihat keberhasilan pendahulunya, satu per satu kuli dari etnis Tionghoa pun meminta hak yang sama. Inilah yang bikin lokasiku diramaikan dengan kios-kios dagang bangsa Tiongkok. Mungkin, inilah awal kenapa aku digadang-gadang sebagai China Town-nya Medan. Pengusaha Tionghoa termahsyur yang paling populer adalah Tjong A Fie. Kalo ko mau tau tentang dia, nanti ada kawanku yang cerita, kok. Selooo....

Nggak cuma etnis Tionghoa aja yang mampir ke Medan, tapi juga orang-orang India di abad ke-20. Kalo sekarang sih, mereka banyak yang berdagang alat-alat olahraga. Makanya, jangan heran kalo mampir ke Medan, banyak orang Tiongkok dan India di sini.

Berdatangan pula perusahaan-perusahaan asing. Mereka membuka berbagai perkantoran, bank, perusahaan perkebunan, kantor pusat, perusahaan pelayaran kapal-kapal asing, dan lain-lainnya hingga aku jadi penuh dan menjelma sebagai pusat kota. Wajar sih, kalo aku ini bisa jadi bagian daerah pusat kota. Soalnya, lokasiku berada dekat dengan sungai yang akhirnya membuatku menjadi titik pertemuan perdagangan. Weseeeh, keren kali aku, kan?

Waktu terus bergulir. Aku yang dulu pun telah berubah wujud kini. Tapi, kelen masih bisa menikmati Medan kala itu di resto bernama Tip Top yang ada di Jalan Kesawan. Bolehlah dibilang dia ini saksi bisu lambat cepatnya perkembangan Kota Medan. Tip Top sendiri berdiri pada tahun 1929 di Jalan Pandu, kemudian berpindah ke Jalan Kesawan di tahun 1934. Dulunya, ini adalah tempat orang-orang Belanda berkumpul untuk menikmati santapan paginya atau sekadar ngopi cantek. Tentunya, kopi yang diminum adalah Robusta yang terkenal dari Sidikalang itulah! Cak coba kalo kelen ke Medan, singgah bentar ke Tip Top ini. 

Pos Cinta; #30HariKotakuBercerita

Kalo di Bandung lagi hits yang namanya Braga Culinary Night, sebenernya Medan udah duluan punya yang namanya Kesawan Square. Malam hari, kawasanku akan dipadati banyak penjaja kuliner. Sayangnya, Kesawan Square resmi ditutup di tahun 2007. Nggak tau aku alasan jelasnya apa. Tapi, ada yang bilang karena harga panganan yang dijual terlalu mahal dan ngebuat Kesawan Square jadi sepi pengunjung. Hiks... Sedih awak jadinya.

Kata Tegar, aku yang dulu bukanlah yang sekarang. Banyak toko-toko yang udah berganti pemilik, bahkan hilang dari wilayahku. Malahan, ada bangunan yang isinya burung walet. Kendaraan lalu-lalang, tapi pengendaranya hanya menganggapku sebuah jalan untuk sampai ke tempat tujuan. Misalnya, ko tanya pun warga Medan, masih banyak yang nggak tau aku ini bagian pusat kota. Padahal, aku ini awal kisah Kota Medan, bukan mal-mal atau gedung perkantoran itu.

Keapatisan penduduk membuatku hancur perlahan. Aku sadar, hidup harus terus berjalan meski aku terlupakan.

Pos Cinta; #30HariKotakuBercerita
Ada mobil ko di situ?

 

Oleh @tehpocii
Diambil dari http://www.diarykhansa.com/2015/09/curhat-kesawan-pusat-kota-medan.html

PosCinta. Powered by Blogger.