Batu Rumahmu
Mau makan enak memang harus punya uang, dan gak usah di tanya lagi. Iyupppp, harus kerja seperti kata – kata bagian bawah logo Dirgahayu Republik Indonesia ke 70 kemarin diperkenalkan. Ayo Kerja. Sama halnya dengan teman – teman lain yang bekerja di Kantor, di kota saya pun begitu. namun jika teman – teman berkunjung ke daerah Sidodadi dan Pulau Bandring maka teman – teman akan di suguhkan pemandangan batu – batu berwarna putih berjejer. Ada yang berjejer di halaman rumah mereka, ada pula yang memiliki ladang sendiri berdekatan dengan beberapa ladang para pengrajin.
Batu bata tersebutlah yang sekarang mengokohkan tempat tinggal kita yang bernama “Rumah” itu. Membuat batu bata sendiri adalah dengan mencampur tanah biasa yang tampak hitam dengan sedikit tanah merah, dan sedikit air. Setelah tanah diulen maka tanah pun di cetak sesuai besarnya cetakan. Ada yang kecil dan segi panjang, ada pula batu yang besar dan tebal juga namun masih berbentuk segi panjang pula. Setelah proses itu dilakukan maka batu bata pun siap di jemur di bawah terik matahari, jika kira – kira sudah mengeras para pengrajin pun akan membaliknya yaitu di berdirikan. Setelah batu benar – benar mengeras biasanya para pengrajin menyusun batu – batu tersebut beberapa tingkatan untuk menghemat tempat dan proses pengeringan pun masih terus dilakukan hingga memang para pengrajin rasa bahwa batu yang dijemur sudah pantas untuk di masukkan ke tempat pembakaran. Well proses pembakarannya sendiri kurang lebih 3 – 4 hari nonstop. Jadi intinya api harus terus menyala. Mau tau foto – fotonya? Nih di bawa adah beberapa foto yang saya ingin tunjukkan pada teman – teman.
![]() |
Batu Bata yang sudah di susun ke dalam tempat pembakaran |
![]() |
Tempat pembakaran Batu Bata |
Oleh Intan Permata Sari (@intan_yoesman)
Diambil dari http://intan-yoesman.blogspot.co.id/2015/08/batu-rumahmu.html